Notification

×
Kunjungi Pengiklan

Bambang Haryo : Proyek LRT (Jabodebek) Tidak Efektif

Minggu, 05 Juni 2022 | Minggu, Juni 05, 2022 WIB Last Updated 2022-06-05T23:35:14Z

Bambang Haryo Soekartono. (Ist).


Surabayasatu.net - Proyek light rail transit (LRT) (Jabodebek) dinilai tidak efektif dan tidak efisien sehingga merugikan masyarakat dan merugikan keuangan negara.


LRT Jabodebek tidak efektif karena salah fungsi dan penempatan. Jalur LRT yang dibangun menghubungkan antarkota layaknya fungsi kereta komuter atau KRL (kereta rel listrik), padahal kapasitas angkutnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan KRL. “Ujar Bambang Haryo sebagai Tokoh Masyarakat Transportasi”


Tidak ada negara di dunia yang membangun LRT untuk angkutan antarkota yang dibangun, karena moda ini umumnya di kawasan tertentu yang spesifik di kota. Jaraknya lebih pendek dari MRT dan banyak pemberhentian atau stasiun. Membangun LRT untuk antarkota tidak akan efektif dan pasti mahal, seperti halnya yang ada di Indonesia, yaitu Lintasan LRT Jabodebek antar kota yang memiliki jarak 44.3 km, tulisnya, Senin (6/6/2022)


Bambang Haryo memberikan contoh, di Singapura terdapat tiga jalur LRT yang semuanya dibangun di kawasan tertentu, yakni Jalur Bukit Panjang 7,6 km di kawasan industri dan pertanian, Sengkang 10,7 km di pusat terarah, dan Panggol 10,3 km di baru kota dan wisata. Panjang Jalur MRT di negara-negara tersebut mencapai 216 km yang membentang di gerbong lebih banyak dan lebih besar. Fungsi dari MRT menjadi transportasi Hup (utama) didalam kota yang terkonektivitas dengan transportasi LRT dikawasan tertentu dalam kota. Demikian juga di seluruh negara di dunia seperti itu, tidak seperti di Indonesia yang berlaku sebaliknya.


LRT Jabodebek yang dibangun sejak 2015 menelan biaya hingga Rp32,5 triliun. Biaya ini membengkak Rp2,6 triliun dari target penyelesaian pada tahun 2019 sebesar Rp29,9 triliun padahal rencana awal hanya sekitar Rp23 triliun. 


Negara terancam rugi besar akibat rangkaian kereta kereta di 2019 belum bisa dioperasikan karena infrastruktur rel kereta belum siap, sehingga terjadi menganggur atau kapasitas menganggur, ini akan merugikan operator PT. KAI serta masyarakat calon pengguna LRT tersebut. karena hingga Mei 2022, Presentase penyelesaian pembangunan 18 stasiun LRT masih berkisar 70-80%. Dan progres infrastruktur secara keseluruhan masih sekitar 81,75%. 


Faktor lain yang menyebabkan biaya LRT Jabodebek mahal adalah penggunaan rel LRT Jabodebek berukuran 1,435 mm yang biasa dipakai untuk kecepatan KA di atas 200 km per jam. Padahal kecepatan LRT maksimum 60-80 km per jam sehingga cukup menggunakan ukuran rel standar 1,067 mm. 


Sangat jalur LRT dibangun 100% melayang dengan tiang penyangga yang terlalu besar dan tinggi. Demikian juga semua stasiun yang dibangun ukuran yang terlalu besar dan jalur LRT tidak

terkoneksi dengan jalur MRT dan terminal angkutan umum lanjutan lainnya (bus, bemo, dll). 


Dengan biaya sebesar Rp32,5 triliun, proyek LRT Jabodebek dinilai tidak ekonomis dan efisien dibandingkan dengan kereta api komuter atau Kereta Rel Listrik (KRL) yang mampu mengangkut penumpang dalam jumlah besar, sekaligus insfastruktrur relnya bisa digunakan untuk kereta logistik. “Kata Alumni Institut Teknologi Surabaya ini.


Menurut dia, pemerintah bisa membangun sejenis KLR Jabodetabek yang memiliki kapasitas seperti yang ada saat ini, yaitu 1,5 juta penumpang per hari Dengan rincian biaya jaringan rel ganda (double track) sepanjang 44,3 km senilai Rp 3 triliun, dan 100 rangkaian kereta dengan biaya Rp 3 triliun sehingga total biaya Rp 6 triliun. 


Anggota DPR-RI Periode 2014-2019 ini mengatakan, pemerintah tidak belajar dari kegagalan proyek LRT Palembang yang memakan biaya sampai Rp10,9 triliun sekarang sepi penumpang. Hingga kini, LRT Palembang masih disubsidi Rp119 miliar per tahun. 


Akibat kesalahan pemerintah membangun LRT tanpa studi yang benar, subsidi LRT Palembang dan Jabodebek harus ditanggung oleh seluruh rakyat Indonesia melalui APBN. “Tutup BHS.*SO 

×
Berita Terbaru Update